Senin, 23 Mei 2011

Dear Diary Part 2

Dear Diary
Part 2

Keesokan harinya, Risa menjalankan aktivitasnya seperti biasa. Kemarin malam ia hanya menulis tentang teman baru sekelasnya di diarynya. Ia tak lagi gelisah seperti kemarin. Seandainya ditanya kenapa, ia akan menjawab, “Males dah, mikir begituan tiap hari!”. Tapi tak baik juga jika hal seperti itu dipertanyakan. Dan, yang nanya juga pasti bingung, karena tidak tahu masalah apa yang sedang dihadapi Risa. Ia memang tertutup. Lebih baik dikasih support saja, seperti yang sedang dilakukan Lita.
“Hai duplikatku! Tiap hari begini terus,ya! “ kata Lita menghampiri Risa yang sedang mengoles selai di rotinya.
“Sebutan baru? Terserah! Apa?” Risa bertanya tentang ketidakpahamannya dengan perintah kakaknya untuk ‘begini terus’, tapi tidak memalingkan wajahnya ke arah Lita.
“Selalu ada yang baru. ‘Ekspresi Netral’. Nilai, 60. Minimal, 70” Lita duduk di kursi sebelah Risa lalu ikut mengoles roti di depannya.
“Memangnya sekolah? Jangan buat suasana rumah seperti sekolah.”
“Tenang, tak ada mencatat, ulangan harian dan sebagainya. Hanya praktek.”
Risa hanya tersenyum.
Di dalam bis Risa mendengarkan lagu We Will Not Grow Oldnya Lenka di HPnya. “Punya lagunya Avenged Sevenfold nggak?” Lita bertanya kepada Risa tanpa mengalihkan pandangannya dari layar HPnya. “Punya.”
“Nanti kirim ke HPku, ya?”
Risa hanya menganggukkan kepala, terus bernyanyi mengiringi musik sambil memandang ke luar jendela.
Sesampainya di sekolah, Risa langsung menuju ke kelasnya. Hari ini ia giliran piket. Di kelas, hanya ada seorang perempuan yang sedang membaca buku. Dia adalah Claire, teman barunya yang dia ceritakan di buku diarynya itu. Claire orang Indonesia-Amerika. Maksudku, blesteran.
“Good morning, Risa.” sapa Claire ramah. Claire sudah hafal sebagian nama penghuni kelas VIII C.
“Oh, good morning.” Risa gelagapan karena ia tidak terlalu bisa bahasa Inggris, walaupun nilai ulangan hariannya selalu di atas batas minimal.
“Apakah kamu bersedia duduk sebangku with me?” Claire berbicara setengah-setengah. Mungkin ia sedang belajar bahasa Indonesia.
Risa melongo. Hah, dia bisa bicara Indonesia? Kenapa tidak bilang dari kemarin, aku sudah susah payah belajar bahasa Inggris!!! Lidahku minta dipijitin, nih, pikir Risa. “Ok.” Risa berkata akhirnya. Risa kemudian meninggkalkan tasnya yang tergeletak di samping Claire, lalu mulai mengambil sapu di pojok kelas.
“Do you bring Biology book?” Claire berkata dengan bahasa Inggris kembali.
Sambil terus menyapu, Risa berkata, “Yes, I do. I bring it. Why?”
“May I borrow it?”
“Allright.” Setelah selesai menyapu Risa lalu mengambil buku Biologynya.
“Do you can speak Indonesian? Kenapa tidak bilang dari kemarin? Teman-teman sudah susah payah belajar berbicara bahasa Inggris, lho. Contohnya aku.” Risa mulai nyerocos mewakili hatinya yang sedang protes. Tapi ia tidak berani bicara keras-keras, karena sudah banyak temannya yang datang ke kelas. Ia takut jadi pusat perhatian.
“Uh, sorry. I don’t know. I can little.Itupun dipikir lama-lama. Because aku tidak hafal all word of Indonesian.” Claire berkata dengan penuh penyesalan.
“Maaf. Aku tidak bermaksud untuk menyakiti hatimu. Aku hanya ingin mengutarakan kritikanku tentangmu. Aku takut ini menjadi dendam. Aku minta maaf.” Risa iba melihat wajah murung Claire.
“Tak apa. Thank you.” Claire tersenyum pada Risa. Risa balas senyum. “Aku pernah tinggal di sini selama setahun. Tepatnya tahun 2007. Tahun 2008, aku kembali ke Amerika. Papaku menyuruhku sekolah di Amerika saja, karena pendidikannya lebih bagus di Amerika. Tapi, karena Papaku dipindahtugaskan ke Indonesia, jadi kami tinggal di Indonesia, tepatnya di villa milik Papa.” Tiba-tiba Claire menjelaskan alasan kepindahannya di Indonesia. Risa hanya mengangguk-ngangguk.
“After school, kamu mau ke rumahku? Akan kuperkenalkan with my family. Sebagai teman dan calon sahabat pertamaku.” Claire mengajak Risa dengan penuh semangat.
“Baiklah, tapi aku akan minta izin dulu kepada kakakku.”
Saat-saat yang di tunggu pun tiba. Pulang sekolah, Risa menunggu Lita di depan gerbang sekolah Lita.
“Kak, pulang sekolah ini aku boleh nggak main ke rumah temanku?” “Siapa?Bule cantik itu?”
“Kakak tahu dari mana?” “Ehm, dengar-dengar saja.” “Oh, aku duluan ya, kak!” Risa pergi sambil melambaikan tangannya. Sesampainya di kantin, Risa mencari Claire. Katanya Claire akan menunggu di sini. Tadi Claire memang tidak ikut Risa saat Risa ke sekolah kakaknya.
“Risa.” tampak seorang perempuan melambaikan tangannya kepada Risa. Dia sedang duduk di salah satu meja kantin dan di depannya terdapat botol softdrink yang tinggal separuh. Dia adalah Claire. Risa menghampiri meja Claire. Claire cepat-cepat menghabiskan minumannya lalu menenteng tas dan segera pergi dari kantin. Kemudian mereka berdiri di depan gerbang sekolah, menunggu Mama Claire. Setelah sepuluh menit menunggu, Mama Claire datang. Mobilnya berhenti tepat di depan mereka. Lalu, Mama Claire membuka kaca mobil. Claire dan Mamanya sempat berbincang-bincang sebentar dengan menggunakan bahasa Inggris, kemudian, “Kau temannya Claire? Salam kenal, saya Mamanya Claire, panggil saja Tante Frida. Masuklah.” Mama Claire mempersilahkan Risa masuk ke dalam mobilnya. “Saya Risa.” Risa tersenyum kepada Tante Frida.
Sesampainya di rumah Claire, Claire mengajak Risa makan siang. Claire lalu menceritakan tentang keluarganya. “My mother seorang ibu rumah tangga. My father seorang dentis. Aku mempunyai seorang adik, namanya Ferdy. Dia masih berumur 1 tahun, dan sekarang sedang bermain di taman. Di rumah ini hanya ada seorang baby sitter, namanya kak Tiara. Dia masih sangat muda sekali.”
Setelah makan siang, mereka berfoto ria di halaman rumah Claire. Sekitar jam 3, mereka mengedit foto-foto itu dan meng-uploadnya di Facebook. Sorenya, mereka nonton film bareng. Jam 5 sore, Risa baru pulang ke rumah. Dia diantar oleh Tante Frida. “Kamu dari mana saja?” begitu masuk rumah, dia langsung di tanya oleh Mamanya. “Lhoh, memangnya kak Lita nggak cerita ke Mama, ya?” “Ya mana Mama tahu. Tadi Mama di dapur. Dan begitu pulang, Lita langsung pergi ke rumah temannya. Memangnya kamu ke mana, sih?” “Aku ke rumah teman. Teman baru.” “Oh, Si cantik dari Amerika itu ya?” “Mama tahu dari mana?” “Dari Mamanya Vira.” Malamnya, setelah mengerjakan PR, Risa mulai menulis di buku diarynya.
Kamis, 8 Oktober 2010
Dear Diary,
Hari ini adalah hari yang sangat menyenangkan begiku! Aku mendapat sahabat baru! Itu lho, Claire. Padahal kami baru kenal 1 hari. Hahaha… Tapi, orangnya cukup menyenangkan. Cantik, baik, pintar, lucu dan termasuk ‘Anak Anak Keren’ juga. Kesan pertamaku, aku rada ilfil sama dia. Tapi ternyata, ada niat baik dibalik semua itu. Dan, sekalian belajar bahasa Inggris. Oh ya, tadi aku main ke rumahnya. Rumahnya besar banget! Lebih tepatnya villa. Semua orangg pasti betah tiggal berlama-lama di situ. Keluarganya juga baik-baik.
Diary, sudah ya. Besok aku pingin berangkat pagi lagi. Besok juga giliran piketnya Claire dan Erika.
Risa

Risa menghela napas sejenak. Kemarin, Papa, Mama dan kak Lita. Dan, hari ini Mama dan kak Lita. Jadi bukan Papa yang membaca diaryku, pikir Risa. Ia bingung cara mengetahui siapa yang membuka diarynya. Dan, cara mendapat bukti juga susah. Kemarin malam saja, tidak ada tanda-tanda ada yang membaca, seperti saat kertas terlipat. Pintar juga ‘si pembajak’ itu, pikir Risa.
Bersambung. . . . . . . . . . . .
intanachan@yahoo.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar