Senin, 23 Mei 2011

Dear Diary Part 1

Dear Diary
Part 1

Selasa, 6 Oktober 2010
Dear Diary,
Hari ini adalah hari yang sangat menyebalkan bagiku! Karena:
1.Tadi pagi berdiri di depan kelas selama 1 jam pelajaran, karena telat masuk sekolah.
2.Hari ini ulangan harian mendadak matematika, aku pasti dapat nilai jelek.
3.Nggak jadi beli coklat Cadburry rasa blueberry jelly versi band Vierra limited edition, gara-gara ada les. Padahal cuma 3 hari, dan besok hari terakhir. Bisa nggak, ya? Huwaa, nggak jadi dapet tanda tangannya Widi Vierra, deh!
Aku nggak pernah berpikir akan terjadi hal seperti ini. Membayangkannya pun nggak. Kenapa bisa terjadi?
Diary, sekian dulu curhatku. Aku harus tidur biar nggak kena marah mama gara-gara tidur telat. hehe ;p
Risa

Risa lalu menutup buku diarynya yang berwarna pink dan bergambar Mickey Mouse yang lucu, animasi favoritnya. Hampir semua barang miliknya bergambar atau berbentuk Mickey Mouse. Di sekolah, Risa dijuluki ‘Risa Mouse’ oleh teman-temannya. Tapi ia sama sekali tidak marah. Ia malah senang karena ia memang ‘Mickey Mania’. Yang penting, mengejeknya jangan kelewat batas.
Kembali ke buku diary. Saat Risa sedang asyik dengan mimpinya, seseorang masuk ke kamarnya. Diam-diam ia membaca buku diary Risa.
Keesokan harinya, Risa menemukan salah satu halaman buku diarynya terlipat. Tepat di halaman ia menulis kemarin.
Kenapa halamannya terlipat, siapa yang membuka buku diaryku. Aku yakin kemarin malam halamannya tidak ada yang terlipat dan masih rapi, pikirnya. Risa berangkat ke sekolah dengan hati yang gelisah, karena semua rahasianya ada di dalam buku itu.
“Adek,” panggil Lita saat mereka di dalam bis. Sekolah mereka memang berdekatan, hanya dibatasi dua buah jalan besar. Jadi, mereka berangkat sekolah bersama.
“Dek Risa,” Lita mengulangi panggilannya melihat adek tersayangnya melamun. Tak ada jawaban.
“Risa Vanya Pradnyaparamitha!” Lita berteriak di samping telinga kanan Risa sambil mencubit lengan Risa.
“Eh, ya ya. Ada apa kak Elita Viskya Nadya?” tanya Risa setelah rasa kagetnya hilang.
“Kamu melamun?”
“Tidak.”
“Benarkah?”
“Entahlah,” Risa menjawab enteng.
“Maksudmu?”
“Gelisah.”
“Lalu?”
“Bingung, mungkin,” Risa menjawab dengan ragu-ragu.
“Kenapa?” Lita mengangkat alisnya.
“Jangan tanya aku.”
“Dan?” Lita tahu bahwa pasti ada yang mengganjal di hati adek pertamanya itu.
“Jangan tanya hatiku,” Risa menjawab asal.
“Jadi??”
“Lupakan,” Risa mendesah.
“Terserah adek, deh. Tapi, tolong gelisah plus bingungnya ditunda dulu ya, nanti kamu nggak konsen sama pelajaran,” Lita memaklumi.
“Iya, kak…… …” Risa berkata dengan nada manja dan tersenyum, senyum yang dipaksakan.
“Gitu dong. Eh, sudah sampai. Ayo,” Lita menggandeng tangan Risa. Risa menurut.
“Hai, Minnie. Selamat pagi,” Vira menyapa Risa saat Risa berasa di depan gerbang sekolah.
“Pagi juga. Minnie? Minnie Mouse maksudmu?”
“Tapi lebih khas ‘Risa Mouse’, karena yang punya nama lengkap ‘Risa Tikus’ hanya ada satu di dunia,” Erika tiba-tiba sudah ada disamping Risa, menyahut sambil terus berjalan menjejeri langkah Risa dan Vira.
“Menurutku, antara Mickey dan Minnie aku lebih suka Minnie. Lebih cute gitu,” Vira berkata sok tahu.
“Nggak nanya,” Erika melirik Vira, seolah menyindir. Risa terkekeh. Kesal karena merasa kalah debat bicara, Vira mempercepat langkahnya, ”Kalau kalian dengar omonganku tadi, berarti aku ngomong sama kalian.”
“Rere,tunguuu.............” Risa dan Erika berkata bebarengan dan berlari kecil mengejar Vira.
Sepulang sekolah, Risa langsung menghempaskan tubuhnya di sofa ruang keluarga. ”Nggak ganti baju dulu?” kata Lita duduk di samping Risa membawa keripik kentang kesukaan mereka berdua dan menghidupkan TV. ”Males ah,” Risa terus mengunyah keripik kentang yang di bawa Lita. Lita merebut keripik kentang yang di pegang Risa, ”Cepat ganti baju. Sholat,makan,baru boleh ngemil.” “Iya iya deh, cerewet,” Risa segera beranjak pergi menenteng tas Mickey Mouse nya. Kau pasti bertanya, apakah di rumah ini hanya ada aku dan kak Lita? Tentu saja tidak. Jadi, apakah hanya aku, kak Lita, dan kedua orang tuaku? Aku akan mengadu kepada adik-adikku jika kau bilang begitu. Tapi, kenapa sepi? Ok, akan aku jelaskan secara panjang dikali lebar samadengan luas rumahku.
Di rumah ini, momen makan bersama hanya saat sarapan pagi dan makan malam. Papa bekerja 6 hari dalam seminggu di sebuah perusahaan jasa yang menyalurkan barang secara eksport dan import. Setiap aku ikut ke tempat Papa bekerja, semua orang yang sedang bekerja berbicara dengan Bahasa Inggris! Mungkin, karena kebanyakan orang asing kali ya. Sedangkan Mama mengurus adik-adikku di rumah, karena terpaksa! Mama lebih suka menjadi wanita karier, tapi mengurus anak di rumah adalah kewajiban setiap Ibu, apalagi jika anaknya masih kecil. Oh ya, adik-adikku yang kumaksud itu adalah Muhammad Raffi Riazka dan Defannisa Gladisyanattha. Panggilan akrabnya Rafi dan Defa atau Dek Fi dan Dek Fa, panggilan yang aku dan kak Lita buat. Dek Fi kelas 2 SD di salah satu Sekolah Dasar Islam Terpadu yang ada di Bandung, jadi pulangnya sore, bersamaan dengan saat Papa pulang. Dia adalah ‘penghuni rumah’ paling nakal. Itu kata kakakku. Kalau aku, no komen. Kau pasti sudah bisa menebak kelakuan satu-satunya kaum Adam kecil di rumah. Lalu, Dek Fa masih berumur 3 tahun 5 bulan. Sekarang dia dan Mama sedang pergi ke Supermarket dekat rumah. Cara bicaranya sangat polos. Seperti belum tahu apa-apa. Tapi, anak sekecil itu memang belum tahu apa-apa kan? Hahaha…
Selesai melakukan semua yang diperintahkan kakakku, aku kembali ke ruang keluarga, membawa beberapa bungkus camilan dan minuman kaleng. Sepertinya kakakku sedang menonton film. Saat aku mendekat, ternyata film Twilight. Huh, nonton film nggak bilang-bilang.
“Nih.” Lita memberikan sebatang coklat kepada Risa. Coklat Cadburry rasa blueberry jelly versi band Vierra limited edition. “Untuk apa?” Risa pura-pura bertanya. Tapi ia tetap menerima coklat itu, karena menolak coklat itu sama dengan menolak pemberian sepatu kets yang sama dengan milik Ashley Tisdale! Selain coklat dan band Vierra, Risa juga sangat suka fashion. Ia termasuk ‘anak-anak keren’ di sekolahnya. “Untuk dimakan,lah.” “Kok dikasihin ke aku?” “Kalau nggak mau ya buat aku saja. Lumayan, coklat mahal lho. Limited Edition lagi,” Lita pura-pura mau merebut coklat ‘calon’ miliknya kembali. “Eh, jangan!” Risa menarik coklat itu jauh dari tangan Lita. “Dua puluh lima ribu!” Lita mengulurkan tangannya di depan Risa, seperti menagih hutang. “Buat apa?” “Coklat ini kan mahal. Ditambah lagi aku sampai desak-desakan sama orang banyak, bau keringat semua,” Lita mengingatkan Risa. Risa tertawa. “Harganya kan emang segitu. Tapi kembalian lima ribu,” Risa menjulurkan lidahnya. Lita cemberut. “Ya sudah. Maklum, gila coklat. Apalagi coklat inceran,” “Tadi kakak bilang apa? Coklat inceran? Iya sih, makasih ya, kak. Sering-sering aja kayak gini,” “Mmm..nggak papa. Ngaco kamu.” Risa hanya nyengir.
Saat film sudah setengah jalan, Mama pulang. “Hai malaikat-malaikat Mama, ada hadiah buat kalian. Tadi di sebelah Supermarket ada toko buku yang baru dibuka.” Lita dan Risa berlari menghampiri Mama. Mama mulai membagikan hadiah. “Buat penggila film dan buku, ada novel Alice in Wonderland untukmu.” Lita menerima hadiah dari Mama sambil jingkrak-jingkrak. “Buat yang sering mengeluh tentang matematika, ada buku kumpulan soal matematika serta rumusnya.” “Makasih, Ma.” Sebenarnya Risa mengharapkan lebih dari itu, tepatnya sederajat dengan novel Alice in Wonderland. Tapi, ia cukup senang karena sepertinya ia memang membutuhkan buku soal itu. Dan lagi, dari mana Mama tahu kalau aku tidak bisa matematika?
Sorenya, sekitar jam 4 sore. Papa dan Dek Fi pulang. Kayaknya hari ini hari Valentine kali ya. Valentine di bulan Desember. Aku mendapat banyak hadiah dari beberapa orang yang aku sayangi. Bukti baru, aku dapat hadiah dari Papa. Kali ini jam beker dari Inggris. Tapi tidak hanya aku yang mendapat hadiah. Kak Lita mendapat jam tangan dari Amerika, Dek Fi dan Dek Fa mendapat robot dan boneka dari Jepang. Kata Papa, tadi di perusahaannya kelebihan barang import, tapi sudah terlanjur di beli oleh perusahaan. Jadilah sekarang beberapa barang itu ada di tangan kami. Saat kutanya Papa kenapa membelikanku jam beker, beliau hanya menjawab, “Akhir-akhir ini kau sering telat ke sekolah.” Kecurigaanku bertambah.
Ada apa sebenarnya? Ternyata,
Sampai saat ini aku masih penasaran dengan semua hadiah yang diberikan kepadaku. Coklat limited edition karena aku menginginkannya, buku kumpulan soal matematika supaya aku tidak lagi mengeluh tentang matematika, dan jam beker agar aku tidak lagi telat berangkat sekolah. Di buku diaryku. Kemarin malam.



intanachan@yahoo.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar